NAMA: DHEA NITA UMAROH
NIM: 1612011032
KELAS:1A
Tugas Agama Islam VII
PENGERTIAN BISNIS SYARIAH ISLAMI
Pengertian
Dalam kamus Bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang,
usaha komersial didunia perdagangan, dan bidang usaha. Bisnis adalah sebuah
aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan
jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[2] Skinner mengatakan bisnis adalah pertukaran barang,
jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.[3] Barang
yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud (dapat
diindra), sedangkan jasa adalah aktivitas-aktivitas yang memberi manfaat kepada
konsumen atau pelaku bisnis lainnya.
Dari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi
atau pelaku bisnis akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk pertama, memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan jasa; kedua, mencari
profit; ketiga, mencoba memuaskan keinginan konsumen.[4]
Bisnis adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada peningkatan nilai
tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang
(produksi). Menurut Yusanto dan Wijayakusuma, lebih khusus terhadap bisnis
Islami adalah serangkaian aktifitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak
dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan
halal dan haram.[5]
Dari definisi diatas dapat dibedakan terkait bisnis secara umum dan
bisnis Islami yaitu ketika dalam suatu bisnis baik umum maupun Islami tidak
dibatasi jumlah nilai kepemilikan berikut profit yang didapatkan. Namun, dalam
bisnis Islami dibatasi terkait bagaimana cara memperolehnya yaitu dengan jalan
yang baik atau tidak. Serta dibatasi juga terkait penggunaan hartanya yaitu
untuk kebaikan atau keburukan. Kesemuanya itu terbatasi oleh ketentuan syar’i
yaitu tentang aturan terkait halal dan haram. Sedangkan dalam bisnis umum
segalanya adalah tidak terbatasi sehingga cara memperoleh serta
pendayagunaannya tidak terikat aturan sebagaimana bisnis Islami.
Secara umum terdapat empat jenis input yang digunakan oleh pelaku
bisnis,[6] antara lain:
- Sumber daya manusia, yang sekaligus berperan sebagai operator dan pengendali organisasi bisnis.
- Sumber daya alam, termasuk tanah dengan segala yang dihasilkannya.
- Modal, meliputi keseluruhan alat dan perlengkapan serta dana yang digunakan dalam produksi dan distribusi barang dan jasa.
- Enterpreneurship, yang mencakup ketrampilan dan keberanian untuk memgombinasikan ketiga faktor produksi diatas untuk mewujudkan suatu bisnis dalam rangka menghasilkan barang dan jasa
Agama
Islam sangatlah menganjurkan setiap umat untuk selalu bekerja. Tidak ada satu
kata pun yang menyebut bahwa orang Islam yang beriman itu disarankan untuk
menjadi pengangguran karena hal tersebut merupakan perilaku syaitan. Begitu
pentingya perilaku yang menjunjung tinggi etos kerja agar manusia selalu
bekerja, bekerja, dan bekerja, Rasululllah Muhammad SAW bersabda di dalam dalam
suatu haris yang artinya bahwa bekerja mencari rejeki yang halal merupakan
kewajiban, setelah kewajiban ibadah. (HR. Ath Thabrani dan Baihaqi).
Hadis
ini kemudian diperkuat dengan firman Allah dalam surah al-A’raff ayat 10:
ولقدمكنكمفىالارضوجعلنالكمفيهامعابشقليلاماتشكرون
(١٠)
Artinya:
“Sesungguhnya, Kami menempatkan kalian sekalian di muka bumi dan Kami
memberikan kalian di bumi itu (sumber) penghidupan."
Al
Quran di atas sudah sangat jelas dan gamblang meminta kepada manusia untuk
bekerja mencari sumber penghidupan yang sudah disediakan oleh Allah Swt. Al
Quran di atas kemudian dipertegas dalam hadis agar dalam mencari sumber rejeki
haruslah dengan jalan yang halal karena mencari rezeki halal adalah wajib
hukumnya.
Dari
sini, bisa disimpulkan bahwa definisi pengertian bisnis syariah Islam adalah
segala bentuk bisnis dengan dibatasi oleh cara mendapatkan dan memberdayakan
harta agar selalu halal dan menolak hal-hal yang bersifat haram. Yusanto dan
Wijayakusuma (2002) mendefisinikan lebih khusus tentang bisnis islami merupakan
aktivitas bisnis-ekonomi dengan berbagai bentuk yang tidak ada batasan dalam
hal kepemilikan harta baik itu jasa maupun barang, namun dibatasi dalam hal
cara memperoleh dan pendayagunaan harta lantaran aturan haram dan halal menurut
Islam.
Menurut Harsono, “bisnis adalah semua lembaga,
besar atau kecil, dengan berbagai variasi bidang kegiatan yang menciptakan
barang atau jasa dengan tujuan untuk mendapatkan laba” (2006:3). Menurut
Harsono, “bisnis adalah semua lembaga, besar atau kecil, dengan
berbagai variasi bidang kegiatan yang menciptakan barang atau jasa dengan
tujuan untuk mendapatkan laba” (2006:3).
Sedangkan menurut
Manullang, "bisnis adalah segala aktivitas dari sebuah lembaga
yang bergerak dalam dunia bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari" (2002:3).
Dari definisi tersebut, inti
dari sebuah bisnis ialah suatu lembaga yang berfungsi menghasilkan barang dan
jasa yang berguna bagi kehidupan manusia dan bagi para pelakunya akan
mendapatkan keuntungan dari produk-produk yang dijual.
Sedangkan definisi bisnis dalam Islam adalah "serangkaian
aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah
(kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan
haram)". (Yusanto, 2002:18).
Berdasarkan pengertian bisnis yang diuraikan oleh
Yusanto tersebut, diperoleh gambaran bahwasannya dalam menjalankan bisnis Islam
tidak memberi batasan. Artinya manusia diperbolehkan menjalankan bisnis
tersebut semaksimal mungkin. Hanya saja Islam memberi aturan kepada manusia
agar menerapkan bisnis
sesuai dengan batasan halal dan haram yang disyariahkan.
Bidang-Bidang Bisnis
Bidang-bidang dalam bisnis mencakup tiga hal yaitu bidang jasa, bidang
perdagangan, dan bidang manufaktur/ pabrik.
1.
Bidang Jasa, bidang ini lebih pada pelayanan jasa yang berawal dari jasa tersebut akhirnya dapat memberikan profit, diantara adalah:
·
Jasa dalam bidang keuangan
·
Jasa Transportasi
·
Jasa Pengiriman
·
Jasa Telekomunikasi
·
Jasa Konseling
·
Jasa Umum, Dll.
2.
Bidang perdagangan, bidang ini adalah aktifitas bisnis yang secara
khusus terjadi transaksi jual dan beli sehingga dapat menjadikan berpindahnya
suatu barang/ kepemilikan. Diantaranya adalah:
·
Jual beli Motor/ Mobil
·
Makanan dan minuman
·
Fashion
·
Segala bentuk transaksi jual beli, dll.
3.
Bidang manufaktur/ Pabrik, bidang ini adalah bagian dari bisnis yang
secara khusus memproduksi barang baik dalam jumlah yang kecil maupun besar.
Diantaranya adalah:
·
Pabrik Textile
·
Pabrik Rokok
·
Pabrik Furniture
·
Pabrik Makanan
·
Pabrik Minuman
·
Pabrik Bahan Bangunan
·
Pabrik Kendaraan Bermotor, dll
E. Makna Etika didalam Bisnis
Pada dasarnya, etika berpengaruh terhadap para pelaku bisnis, terutama
dalam hal kepribadian, tindakan dan perilakunya. Etika ialah teori tentang
perilaku perbuatan manusia, dipandang dari nilai baik dan buruk, sejauh yang
dapat ditentukan oleh akal. Etika lebih bersifat teori yang membicarakan
bagaimana seharusnya, sedangkan moral lebih bersifat praktik yang membicarakan
bagaimana adanya. Etika lebih kepada menyelidik, memikirkan dan
mempertimbangkan tentang yang baik dan buruk sedangkan moral menyatakan ukuran
yang baik tentang tindakan manusia dalam kesatuan social tertentu.[15]
Ihwal pentingnya etika dalam bisnis, A. Sonny Keraf, mengatakan, “Jika
bisnis tidak punya etika, apa gunanya kita berbicara mengenai etika dan apa
pula gunanya kita berusaha merumuskan berbagai prinsip moral yang dapat dipakai
dalam bidang kegiatan yang bernama bisnis. Paling tidak adalah tugas etika
bisnis untuk pertama-tama memperlihatkan bahwa memang bisnis perlu etika, bukan
hanya berdasarkan tuntutan etis belaka melainkan juga berdasarkan tuntutan
kelangsungan bisnis itu sendiri.[16]
Etika bersama agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya
pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam meletakkan “Teks Suci” sebagai
dasar kebenaran, sedangkan filsafat Barat meletakkan “Akal” sebagai dasar.[17] Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip
moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang
bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau
tidak boleh dilakukan oleh seorang individu. Etika bisnis, kadangkala merujuk
pada etika manajemen atau etika organisasi, yang sederhana membatasi kerangka
acuannya pada konsepsi sebuah organisasi.[18] Secara
sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang mana yang
baik atau buruk, benar atau salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada
prinsip-prinsip moralitas.[19]
Learning what is right or wrong, and then doing the right thing. “Right
thing” based on moral principle, and others believe the right thing to do
depends on the situation.[20]
Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah etika
didalam al-Qur’an adalah khuluq. Tindakan
yang terpuji disebut sebagai shalihat dan tindakan tercela disebut sayyi’at.[21] Teori
etika Islam pasti bersumber dari prinsip keagamaan. Teori etika yang bersumber
dari keagamaan tidak akan hilang substansi teorinya. Keimanan menentukan
perbuatan, keyakinan menentukan perilaku. Substansi utama tentang etika dalam
Islam antara lain:[22]
·
Hakikat Benar (birr) dan
salah.
·
Masalah Free Will dan hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia
·
Keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya dihari kemudian.
Etika Islam memiliki aksioma-aksioma,[23] yaitu:
1.
Unity (persatuan): konsep tauhid, aspek sosekpol dan alam, semuanya
milik Allah, dimensi vertikal, dan menghindari diskriminasi di segala aspek,
serta menghindari kegiatan yang tidak etis.
2.
Equilibrium (keseimbangan): konsep adil, dimensi horizontal, jujur dalam
bertransaksi, tidak saling merugikan.
3.
Free will (kehendak bebas): kebebasan melakukan kontrak namun menolak
laizez fire (invisible hand), karena nafs amarah cenderung mendorong
pelanggaran sistem responsibility (tanggungjawab), manusia harus
bertanggungjawab atas perbuatannya. Apabila orang lain melakukan hal yang tidak
etis tidak berarti boleh ikut-ikutan.
4.
benevolence (manfaat/ kebaikan hati): ihsan atau perbuatan harus yang
bermanfaat.
Sejumlah pedoman umum menuntun kode etik Islam dalam hubungannya dengan
kehidupan sehari-hari maupun dalam bisnis. Kaum muslim dituntut untuk bertindak
secara Islami dalam bisnis mereka karena Allah SWT akan menjadi saksi dalam
setiap transaksi yang mereka lakukan.
Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari
Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi
saksi atasmu di waktu kamu melakukannya [....].[24]
Secara prinsip aktifitas bisnis didalam Islam tidak boleh lepas dari
nilai-nilai spiritual. sebagaimana aktifitas bisnis tidak dapat terpisahkan
dari nilai-nilai akhlaqi. Sehingga antara agama, etika dan bisnis saling
berkaitan antara satu sama lain. Dalam hal ini bisnis yang menguntungkan adalah
bisnis yang sesuai dengan ajaran Qur’ani yaitu yang didalamnya terdapat
kolaborasi antara bisnis, etika dan agama.[25]
Dapat disimpulkan bahwa makna etika didalam bisnis sangatlah penting.
Ini tidak hanya berlaku dalam bisnis Islam tetapi juga bisnis pada umumnya.
Karena dengan adanya etika, aktifitas bisnis dapat berjalan rapi, seimbang dan
tentunya dengan hasil yang memuaskan. Dengan adanya etika, maka aturan-aturan
dalam dunia bisnis dapat terbentuk. Tentunya akan lebih utama apabila
aturan-aturan dalam bisnis dapat menerapkan etika yang Islami sesuai dengan
ajaran syar’i. Begitu pula dengan adanya etika, akan semakin menurun adanya
praktik-praktik bisnis yang kejam serta bisnis-bisnis yang semakin membuat
orang lain semakin
miskin.
Perbedaan Antara Bisnis Islami
Dengan Bisnis Non-Islami
Pada dasarnya, bisnis Islami
dikendalikan oleh aturan syari’ah dalam memanfaatkan harta dengan rambu-rambu
baik-buruk, halal-haram, benar-salah, dan sebagainya. Lain halnya dengan bisnis
nonIslami yang berprinsip sekuler. Dengan prinsip sekularisme yang dianut oleh
bisnis nonIslami, nilai-nilai yang dianut hanyalah nilai material. Sehingga
bisnis nonIslami tidak mempersoalkan aturan halal-haram, benar-salah, dalam
usaha mencapai tujuan bisnisnya.
Dari asas sekulerisme inilah Yusanto berpendapat "seluruh karakter bisnis nonIslami hanya diarahkan pada hal-hal yang bersifat bendawi dan melupakan nilai ruhiah serta kertikatan pebisnis pada aturan yang lahir dari nilai-nilai transendental (aturan halal-haram)" (2002:21).Sehingga pelaku bisnisnya tidak mempermasalahkan hubungan dosa dengan pahala.
Dari asas sekulerisme inilah Yusanto berpendapat "seluruh karakter bisnis nonIslami hanya diarahkan pada hal-hal yang bersifat bendawi dan melupakan nilai ruhiah serta kertikatan pebisnis pada aturan yang lahir dari nilai-nilai transendental (aturan halal-haram)" (2002:21).Sehingga pelaku bisnisnya tidak mempermasalahkan hubungan dosa dengan pahala.
Berdasarkan
pemaparan di atas, jelas sekali bahwa antara bisnis Islami dan bisnis nonIslami
memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut akan semakin terlihat
dengan jelas jika cakupan sudut pandang yang diambil lebih banyak. Artinya
dalam menjelaskan perbedaannya tersebut tidak hanya pada satu-dua aspek,
melainkan multi aspek. Perbedaan-perbedaan antara bisnis Islami dengan bisnis
nonIslami tersebut akan dipaparkan pada tabel berikut:
Demikian perbedaan pengertian bisnis
dalam perspektif/pandangan Islam dan umum yang bisa dijadikan sebagai acuan
dalam membuat makalah ekonomi bisnis Islam lengkap. Semoga bisa memberikan
manfaat yang nyata, sebelum benar-benar mengimplementasikan konsep bisnis
syariah dalam kehidupan sehari-hari. (Lismanto/IslamCendekia.Com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar