Senin, 02 Januari 2017

Pengertian Bisnis Islami



NAMA: DHEA NITA UMAROH
NIM: 1612011032
KELAS:1A
Tugas Agama Islam VII

PENGERTIAN BISNIS SYARIAH ISLAMI

Pengertian
Dalam kamus Bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial didunia perdagangan, dan bidang usaha. Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[2] Skinner mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.[3] Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud (dapat diindra), sedangkan jasa adalah aktivitas-aktivitas yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.
Dari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi atau pelaku bisnis akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk pertama, memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan jasa; kedua, mencari profit; ketiga, mencoba memuaskan keinginan konsumen.[4]
Bisnis adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Menurut Yusanto dan Wijayakusuma, lebih khusus terhadap bisnis Islami adalah serangkaian aktifitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.[5]
Dari definisi diatas dapat dibedakan terkait bisnis secara umum dan bisnis Islami yaitu ketika dalam suatu bisnis baik umum maupun Islami tidak dibatasi jumlah nilai kepemilikan berikut profit yang didapatkan. Namun, dalam bisnis Islami dibatasi terkait bagaimana cara memperolehnya yaitu dengan jalan yang baik atau tidak. Serta dibatasi juga terkait penggunaan hartanya yaitu untuk kebaikan atau keburukan. Kesemuanya itu terbatasi oleh ketentuan syar’i yaitu tentang aturan terkait halal dan haram. Sedangkan dalam bisnis umum segalanya adalah tidak terbatasi sehingga cara memperoleh serta pendayagunaannya tidak terikat aturan sebagaimana bisnis Islami.
Secara umum terdapat empat jenis input yang digunakan oleh pelaku bisnis,[6] antara lain:
  1. Sumber daya manusia, yang sekaligus berperan sebagai operator dan pengendali organisasi bisnis.
  2. Sumber daya alam, termasuk tanah dengan segala yang dihasilkannya.
  3. Modal, meliputi keseluruhan alat dan perlengkapan serta dana yang digunakan dalam produksi dan distribusi barang dan jasa.
  4. Enterpreneurship, yang mencakup ketrampilan dan keberanian untuk memgombinasikan ketiga faktor produksi diatas untuk mewujudkan suatu bisnis dalam rangka menghasilkan barang dan jasa
Agama Islam sangatlah menganjurkan setiap umat untuk selalu bekerja. Tidak ada satu kata pun yang menyebut bahwa orang Islam yang beriman itu disarankan untuk menjadi pengangguran karena hal tersebut merupakan perilaku syaitan. Begitu pentingya perilaku yang menjunjung tinggi etos kerja agar manusia selalu bekerja, bekerja, dan bekerja, Rasululllah Muhammad SAW bersabda di dalam dalam suatu haris yang artinya bahwa bekerja mencari rejeki yang halal merupakan kewajiban, setelah kewajiban ibadah. (HR. Ath Thabrani dan Baihaqi).
Hadis ini kemudian diperkuat dengan firman Allah dalam surah al-A’raff ayat 10:
ولقدمكنكمفىالارضوجعلنالكمفيهامعابشقليلاماتشكرون (١٠)
Artinya: “Sesungguhnya, Kami menempatkan kalian sekalian di muka bumi dan Kami memberikan kalian di bumi itu (sumber) penghidupan."
Al Quran di atas sudah sangat jelas dan gamblang meminta kepada manusia untuk bekerja mencari sumber penghidupan yang sudah disediakan oleh Allah Swt. Al Quran di atas kemudian dipertegas dalam hadis agar dalam mencari sumber rejeki haruslah dengan jalan yang halal karena mencari rezeki halal adalah wajib hukumnya.
Dari sini, bisa disimpulkan bahwa definisi pengertian bisnis syariah Islam adalah segala bentuk bisnis dengan dibatasi oleh cara mendapatkan dan memberdayakan harta agar selalu halal dan menolak hal-hal yang bersifat haram. Yusanto dan Wijayakusuma (2002) mendefisinikan lebih khusus tentang bisnis islami merupakan aktivitas bisnis-ekonomi dengan berbagai bentuk yang tidak ada batasan dalam hal kepemilikan harta baik itu jasa maupun barang, namun dibatasi dalam hal cara memperoleh dan pendayagunaan harta lantaran aturan haram dan halal menurut Islam.
Menurut Harsono, “bisnis adalah semua lembaga, besar atau kecil, dengan berbagai variasi bidang kegiatan yang menciptakan barang atau jasa dengan tujuan untuk mendapatkan laba” (2006:3). Menurut Harsono, “bisnis adalah semua lembaga, besar atau kecil, dengan berbagai variasi bidang kegiatan yang menciptakan barang atau jasa dengan tujuan untuk mendapatkan laba” (2006:3). 
Sedangkan menurut Manullang, "bisnis adalah segala aktivitas dari sebuah lembaga yang bergerak dalam dunia bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari" (2002:3). 
Dari definisi tersebut, inti dari sebuah bisnis ialah suatu lembaga yang berfungsi menghasilkan barang dan jasa yang berguna bagi kehidupan manusia dan bagi para pelakunya akan mendapatkan keuntungan dari produk-produk yang dijual. 
Sedangkan definisi bisnis dalam Islam adalah "serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram)". (Yusanto, 2002:18). 
Berdasarkan pengertian bisnis yang diuraikan oleh Yusanto tersebut, diperoleh gambaran bahwasannya dalam menjalankan bisnis Islam tidak memberi batasan. Artinya manusia diperbolehkan menjalankan bisnis tersebut semaksimal mungkin. Hanya saja Islam memberi aturan kepada manusia agar menerapkan bisnis sesuai dengan batasan halal dan haram yang disyariahkan.

Bidang-Bidang Bisnis
Bidang-bidang dalam bisnis mencakup tiga hal yaitu bidang jasa, bidang perdagangan, dan bidang manufaktur/ pabrik.
1.      Bidang Jasa, bidang ini lebih pada pelayanan jasa yang berawal dari jasa tersebut akhirnya dapat memberikan profit, diantara adalah:
·         Jasa dalam bidang keuangan
·         Jasa Transportasi
·         Jasa Pengiriman
·         Jasa Telekomunikasi
·         Jasa Konseling
·         Jasa Umum, Dll.
2.      Bidang perdagangan, bidang ini adalah aktifitas bisnis yang secara khusus terjadi transaksi jual dan beli sehingga dapat menjadikan berpindahnya suatu barang/ kepemilikan. Diantaranya adalah:
·         Jual beli Motor/ Mobil
·         Makanan dan minuman
·         Fashion
·         Segala bentuk transaksi jual beli, dll.
3.      Bidang manufaktur/ Pabrik, bidang ini adalah bagian dari bisnis yang secara khusus memproduksi barang baik dalam jumlah yang kecil maupun besar. Diantaranya adalah:
·         Pabrik Textile
·         Pabrik Rokok
·         Pabrik Furniture
·         Pabrik Makanan
·         Pabrik Minuman
·         Pabrik Bahan Bangunan
·         Pabrik Kendaraan Bermotor, dll

E.  Makna Etika didalam Bisnis
Pada dasarnya, etika berpengaruh terhadap para pelaku bisnis, terutama dalam hal kepribadian, tindakan dan perilakunya. Etika ialah teori tentang perilaku perbuatan manusia, dipandang dari nilai baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Etika lebih bersifat teori yang membicarakan bagaimana seharusnya, sedangkan moral lebih bersifat praktik yang membicarakan bagaimana adanya. Etika lebih kepada menyelidik, memikirkan dan mempertimbangkan tentang yang baik dan buruk sedangkan moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan manusia dalam kesatuan social tertentu.[15]
Ihwal pentingnya etika dalam bisnis, A. Sonny Keraf, mengatakan, “Jika bisnis tidak punya etika, apa gunanya kita berbicara mengenai etika dan apa pula gunanya kita berusaha merumuskan berbagai prinsip moral yang dapat dipakai dalam bidang kegiatan yang bernama bisnis. Paling tidak adalah tugas etika bisnis untuk pertama-tama memperlihatkan bahwa memang bisnis perlu etika, bukan hanya berdasarkan tuntutan etis belaka melainkan juga berdasarkan tuntutan kelangsungan bisnis itu sendiri.[16]
Etika bersama agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam meletakkan “Teks Suci” sebagai dasar kebenaran, sedangkan filsafat Barat meletakkan “Akal” sebagai dasar.[17] Etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu. Etika bisnis, kadangkala merujuk pada etika manajemen atau etika organisasi, yang sederhana membatasi kerangka acuannya pada konsepsi sebuah organisasi.[18] Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang mana yang baik atau buruk, benar atau salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip moralitas.[19]

Learning what is right or wrong, and then doing the right thing. “Right thing” based on moral principle, and others believe the right thing to do depends on the situation.[20]
Dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah etika didalam al-Qur’an adalah khuluq. Tindakan yang terpuji disebut sebagai shalihat dan tindakan tercela disebut sayyi’at.[21] Teori etika Islam pasti bersumber dari prinsip keagamaan. Teori etika yang bersumber dari keagamaan tidak akan hilang substansi teorinya. Keimanan menentukan perbuatan, keyakinan menentukan perilaku. Substansi utama tentang etika dalam Islam antara lain:[22]
·         Hakikat Benar (birr) dan salah.
·         Masalah Free Will dan hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia
·         Keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya dihari kemudian.
Etika Islam memiliki aksioma-aksioma,[23] yaitu:
1.      Unity (persatuan): konsep tauhid, aspek sosekpol dan alam, semuanya milik Allah, dimensi vertikal, dan menghindari diskriminasi di segala aspek, serta menghindari kegiatan yang tidak etis.
2.      Equilibrium (keseimbangan): konsep adil, dimensi horizontal, jujur dalam bertransaksi, tidak saling merugikan.
3.      Free will (kehendak bebas): kebebasan melakukan kontrak namun menolak laizez fire (invisible hand), karena nafs amarah cenderung mendorong pelanggaran sistem responsibility (tanggungjawab), manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Apabila orang lain melakukan hal yang tidak etis tidak berarti boleh ikut-ikutan.
4.      benevolence (manfaat/ kebaikan hati): ihsan atau perbuatan harus yang bermanfaat.
Sejumlah pedoman umum menuntun kode etik Islam dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari maupun dalam bisnis. Kaum muslim dituntut untuk bertindak secara Islami dalam bisnis mereka karena Allah SWT akan menjadi saksi dalam setiap transaksi yang mereka lakukan.
Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya [....].[24]

Secara prinsip aktifitas bisnis didalam Islam tidak boleh lepas dari nilai-nilai spiritual. sebagaimana aktifitas bisnis tidak dapat terpisahkan dari nilai-nilai akhlaqi. Sehingga antara agama, etika dan bisnis saling berkaitan antara satu sama lain. Dalam hal ini bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang sesuai dengan ajaran Qur’ani yaitu yang didalamnya terdapat kolaborasi antara bisnis, etika dan agama.[25]
Dapat disimpulkan bahwa makna etika didalam bisnis sangatlah penting. Ini tidak hanya berlaku dalam bisnis Islam tetapi juga bisnis pada umumnya. Karena dengan adanya etika, aktifitas bisnis dapat berjalan rapi, seimbang dan tentunya dengan hasil yang memuaskan. Dengan adanya etika, maka aturan-aturan dalam dunia bisnis dapat terbentuk. Tentunya akan lebih utama apabila aturan-aturan dalam bisnis dapat menerapkan etika yang Islami sesuai dengan ajaran syar’i. Begitu pula dengan adanya etika, akan semakin menurun adanya praktik-praktik bisnis yang kejam serta bisnis-bisnis yang semakin membuat orang lain semakin miskin.         

Perbedaan Antara Bisnis Islami Dengan Bisnis Non-Islami
Pada dasarnya, bisnis Islami dikendalikan oleh aturan syari’ah dalam memanfaatkan harta dengan rambu-rambu baik-buruk, halal-haram, benar-salah, dan sebagainya. Lain halnya dengan bisnis nonIslami yang berprinsip sekuler. Dengan prinsip sekularisme yang dianut oleh bisnis nonIslami, nilai-nilai yang dianut hanyalah nilai material. Sehingga bisnis nonIslami tidak mempersoalkan aturan halal-haram, benar-salah, dalam usaha mencapai tujuan bisnisnya. 
Dari asas sekulerisme inilah Yusanto berpendapat "seluruh karakter bisnis nonIslami hanya diarahkan pada hal-hal yang bersifat bendawi dan melupakan nilai ruhiah serta kertikatan pebisnis pada aturan yang lahir dari nilai-nilai transendental (aturan halal-haram)" (2002:21).Sehingga pelaku bisnisnya tidak mempermasalahkan hubungan dosa dengan pahala. 
Berdasarkan pemaparan di atas, jelas sekali bahwa antara bisnis Islami dan bisnis nonIslami memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut akan semakin terlihat dengan jelas jika cakupan sudut pandang yang diambil lebih banyak. Artinya dalam menjelaskan perbedaannya tersebut tidak hanya pada satu-dua aspek, melainkan multi aspek. Perbedaan-perbedaan antara bisnis Islami dengan bisnis nonIslami tersebut akan dipaparkan pada tabel berikut: 
  Demikian perbedaan pengertian bisnis dalam perspektif/pandangan Islam dan umum yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam membuat makalah ekonomi bisnis Islam lengkap. Semoga bisa memberikan  manfaat yang nyata, sebelum benar-benar mengimplementasikan konsep bisnis syariah dalam kehidupan sehari-hari. (Lismanto/IslamCendekia.Com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar