NAMA: DHEA NITA
UMAROH
NIM: 1612011032
KELAS: 1A
Tugas Agama
Islam III
Pengertian Sunnatullah
Sunnatullah berarti tradisi Allah dalam melaksanakan ketetapanNya sebagai Rabb yang terlaksana di alam semesta atau dalam bahasa
akademis disebut hukum alam.
Sunnah atau ketetapan Allah antara lain:
1. Selalu
ada dua kondisi saling ekstrem (surga-neraka, benar-salah, baik-buruk).
2. Segala sesuatu diciptakan berpasangan (dua entitas atau
lebih). Saling cocok maupun saling bertolakan.
3. Selalu terjadi pergantian dan perubahan antara dua
kondisi yang saling berbeda.
4. Perubahan, penciptaan maupun penghancuran selalu melewati
proses.
5. Alam diciptakan dengan keteraturan.
6. Alam diciptakan dalam keadaan seimbang.
7. Alam diciptakan terus berkembang.
8. Setiap terjadi kerusakan di alam manusia, Allah mengutus
seorang utusan untuk memberi peringatan atau memperbaiki kerusakan tersebut.
Sunnatullah terdiri dua suku kata, yaitu sunnah dan
Allah. Sunnah artinya adalah kebiasaan. Jadi sunnatullah adalah
kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan-ketetapan Allah. Kata sunnatullah dan yang
sejenisnya seperti sunnatuna, sunnatu al-awwalin terulang sebanyak tiga belas
kali dalam al-Qur'an. Jika dipukulratakan secara statistik, semua kata tersebut
berbicara dalam konteks kemasyarakatan.
Sunnatullah atau disebut juga dengan hukum alam, hukum
kemasyarakat-an, atau ketetapan-ketetapan Allah menyangkut situasi
kemasyarakatan, tidak dapat dialihkan dan diubah oleh siapapun. Sunnatullah ini
sudah berlaku pada umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW dan berlaku secara
umum serta terus-menerus terjadi. Hal ini dapat dilihat dalam al-Qur'an yang
berbunyi
... فهل ينظرون إلا
سنت الله الأولين فلن تجد لسنة الله تبديلا ولن تجد لسنة الله تحويلا.
Artinya: …tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu.
Artinya: …tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu.
سنة
الله التي قد خلت من قبل ولن تجد لسنة الله تبديلا
Artinya: sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku
sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah
itu. Sebenarnya masih banyak lagi ayat al-Qur'an yang membahas masalah ini. Dan
semua ayat tersebut berbicara dalam konteks kemasyaratan.
Al-Qur'an merupakan kitab pertama kali yang membicarakan
tentang hukum alam (sunnatullah). Uraian al-Qur'an tentang hukum
kemasyarakatan, hukum alam atau sunnatullah wajar, karena al-Qur'an merupakan
kitab suci dan transenden yang berfungsi mengeluarkan manusia dari gelap-gulita
(al-dhulumat) menuju terang benderang (al-nur).
B.
Macam – Macam Sunnatullah
Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1.
Sunnatullah
qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang tertulis dalam bentuk
lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak
tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di
ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu
1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2. Kedua-duanya
dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya
tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum lainnya.
Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Dalam Al Qur’an dikatakan bahwa barang siapa yang beriman dan beramal saleh,
pasti akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Selain memiliki persamaan,
keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di alam, dapat diukur.
Lain halnya dengan sunnatullah yang ada dalam AL-Qur’an. Walaupun hal itu pasti
terjadi, tetapi tidak diketahui secara pasti kapan waktunya.
C.
Ciri – Ciri Sunnatullah
Wujud dan ciri hukum Allah/ sunnatullah
1. Hukum yang diwahyukan/ditulis
Hukum tertulis ini adalah yang diwahyukan Allah kepada
para nabi dan rasul yang terhimpun dalam kitab suci dengan ciri ciri :
a) Melibatkan manusia dengan hak pilihnya (yang baik dan
yang buruk).
b) Time responsnya (cepat reaksi waktunya) panjang, mungkin
lebih panjang dari usia manusia, bahkan sampai masa kehidupan akhirat, oleh
karena itu perlu iman/percaya.
c) Dan sebagiannya, terlihat dari perjalanan sejarah
kemanusiaan (bagaimana akibat orang yang durhaka dan bagaimana dampaknya)
2. Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis
Hukum tak tertulis ini ialah hukum yang tidak diwahyukan oleh
Allah kepada nabi atau rasul, dengan ciri:
a) Tidak melibatkan manusia dalam proses berlakunya
kemerdekaan manusia tidak mempengaruhi hukum itu.
b) Time responnya pendek, lebih pendek dari manusia.
c) Dapat dibuktikan dengan pengamatan manusia dan dengan
jalan eksperimen (oleh karena itu, Allah mmerintahkan manusia untuk mengadakan
penyelidikan terhadap kejadian dan keadaan di alam ini).
D.
Sifat-Sifat Sunnatullah
Ada tiga sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam
Al-Qur’an yang dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian.
Ketiga sifat itu adalah : 1) Pasti, 2) Tetap, dan
3) Objektif
·
Sifat sunnatullah pertama adalah
ketetapan, ketentuan, atau kepastian, sebagaimana diutarakan dalam Al-Qur’an
berikut ini :
ü
Q.S,
Al-Furqon (25): 2, yang artinya :
“Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”
ü
Q.S
At-Thalaq (65) : 3 yang artinya :
“Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan
(kepastian) bagi tiap sesuatu”
Sifat sunnatullah yang pasti, tentu akan menjamin dan
memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana. Seseorang yang memanfaatkan
sunnatullah dalam merencanakan satu pekerjaan yang besar, tidak perlu ragu akan
ketetapan perhitungannya dan setiap orang yang mengikuti dengan cermat ketentuan-ketentuan
yang sudah pasti itu bisa melihat hasil pekerjaan yang dilakukannya. Karena itu
pula, keberhasilan suatu pekerjaan (usaha atau amal) dapat diperkirakan lebih
dahulu. Jika dalam pelaksanaannya suatu rencana atau pekerjaan orang itu kurang
atau tidak berhasil, dapat dipastikan perhitungannya yang salah bukan kepastian
atau ketentuan yang terdapat dalam sunnatullah. Manusia yang salah membuat
suatu perhitungan atau perencanaan dengan mudah dapat menelusuri kesalahan
perhitungan dalam perencanaannya.
·
Sifat
sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.
Sifat ini
diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut :
ü
Q.S Al-Isro (17): 77, yang artinya :
“Dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami
itu”. Sifat itu selalu
terbukti dalam praktek, sehingga seseorang perencana dapat menghindari kerugian
yang mungkin terjadi kalau rencana dilaksanankan. Dengan sifat sunnatullah yang
tidak berubah-ubah itu seorang ilmuan dapat memperkirakan gejala alam yang
terjadi dan memanfaatkan gejala alam itu. Karena itu seorang ilmuan dengan
mudah memahami gejala alam yang satu dikaitkan dengan gejala alam yang lain
yang senantiasa mempunyai hubungan yang konsisten.
·
Sifat
sunnatullah yang ketiga adalah obyektif. Sifat ini tergambar pada firman
Allah sebagai berikut :
ü
Q.S.
Al-Anbiya (21): 105, yang artinya :
“bahwasanya dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh”
ü
Q.S
Ar-Rad (13): 11, yang artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada oleh mereka sendiri”.
Saleh, artinya baik atau benar. Orang yang baik dan benar adalah “orang yang
bekerja menurut sunnatullah”. Jadi sunnatullah-lah yang menjadi ukuran
kebaikan dan kebenaran itu. Orang yang berkarya sesuai atau menurut sunnatullah
adalah orang yang “saleh“ atau orang yang baik dan benar. Kesalehan yang
dikarenakan telah menepati sunnatullah merupakan kesalehan umum (universal).
Kesalehan universal ini sebagai sifat objektif secara / keilmuan, yang biasanya
sangat signifikan dijumpai dikalangan para pengembang IPTEK dan para
intelektual lainnya. Mereka amat disiplin untuk mengikuti logika cerdas dan
sehat dibantu dengan upaya pembuktiaan hipotesis yaitu penelitian (istiqra).
Dengan demikian kebenaran yang terdapat dalam sunnatullah adalah kebenaran
objektif, berlaku bagi siapa saja dan dimana saja. Untuk memperoleh predikat
manusia saleh sekedar mentaati sunnatullah, berlaku pada semua manusia tidak
terbatas bagi kaum agamis semata sebab, bagi yang tidak berkarya sebagaimana
menurut keharusan aturan-aturan sunnatullah, seperti pemalas, tidak menempati
prinsip kerja yang efektif-efisien-produktif dan lain-lain, tidak akan mendapat
keberuntungan.
Dengan demikian sunnatullah itu berlaku objektif, karena tidak dipandang
saleh bagi orang islam (misalnya) yang ingin kaya tapi pemalas. Karena orang
islam tersebut tidak saleh terhadap sunnatullah.
E.
Sunnatullah dan
Alam Semesta
Takdir Allah pada Alam (Sunnatullah tentang alam) : Akurasi Ketundukan
Positif. Taqdir Allah pada alam berupa sunnatullah (hukum Allah) yaitu
ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tentang alam yang dapat dibaca
ayat-ayat-Nya (tanda-tandanya) pada ketundukan alam dan pada ketentuan Allah Subhaanahu
wa Ta'aalaa itu.
خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ الَّيْلَ عَلَى
النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى الَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِى ِلأَجَلٍ مُسَمًّى أَلاَهُوَالْعَزِيْزُ الْعغَفَّارُ
Dia menciptakan langit dan bumi
dengan benar. Dia melingkupkan malam atas siang dan melingkupkan siang atas
malam. Dia menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada kadar
waktu yang telah ditentukan. Ingatlah ! Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
(QS. 39/Az-Zumar : 5)
وَالشَّمْسُ تَجْرِى لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذاَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ
Dan matahari bergerak pada garis edarnya.
Demikian itu taqdir Allah yang Mahakuasa lagi Maha Mengetahui(QS. 36:
Yaasiin Ayat : 38)
وَالْقَمَرَ قدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقديْمِ
Dan bulan Kami taqdirkan
pula tempat-tempat edarnya. Sehingga manakala ia sampai ke tempat edar yang
terakhir, ia kembali mengecil, melengkung seperti tandan tua (QS. 36: Yaasiin
Ayat : 37)
لاَالشَّمْسُ يَنْبَغِى لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلاَ اللَّيْلُ
سَابِقُ النَّهَارِوَكُلٌّ فِى فَلَكٍ يَسْبَحُوْنَ
Tidak mungkin matahari mencuri
langkah mencapai kecepatan bulan, dan tanda-tanda malampun tidak dapat
mendahului tanda-tanda siang. Masing-masing pada garis edarnya bertasbih (QS.
36: Yaasiin Ayat : 39)
Bertasbihnya alam sebagaimana matahari
bergerak pada garis edarnya adalah ketundukan akurat pada ketentuan taqdir
(sunnatullah) tentang alam. Ketundukan alam sedemikian itulah akurasi
ketundukan positif pada taqdir Allah. Itu pula shalatnya alam kepada Allah Subhaanahu
wa Ta'aalaa.
ثُمَّ اسْتَوَىإِلَى السَّمَآءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِْلأَرْضِ
ائْتِيَاطَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أًتَيْنَاطَآئِعِيْنَ
Kemudian Dia menyempurnakan
penciptaan langit, ketika itu masih merupakan gas seperti awan. Lalu Allah Subhaanahu
wa Ta'aalaa berfirman kepadanya dan kepada bumi sekaligus : "Datanglah
kalian keduanya baik dengan jalan taat maupun dalam keadaan terpaksa"
Keduanya menjawab : "Kami datang dengan taat" (QS. 41/Fushshilat
: 11).
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يُسَبِّحُ
لَهُ مَنْ فِى السَّماوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَآفَّاتٍ كُلُّ قَدْ عَلِمَ صَلاَتَهُ
وَتَسْبِيْحَهُ وَاللهُ عَلِيْمٌ بِمَايَفْعَلُوْنَ
Apakah kau tidak (mau) tahu
bahwasanya Allahlah yang pada-Nya segala yang ada di langit dan di bumi
bertasbih memahasucikan. Juga burung burung dengan mengembangkan sayapnya di
udara. Masing-masingnya sungguh tahu shalat dan tasbihnya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS/24 : An-Nuur : 41).
F.
Sunnatullah dan Pengertian Amal Shaleh
Dari ayat-ayat al-Qur’an di bawah, dapat pula disimpulkan pengertian amal
shaleh.
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam)
Lauh Mahfuzh, bahwasannya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shaleh.
Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi
peringatan bagi kaum yang menyembah Allah. Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.” (QS 21:105-107)
Jika shaleh itu artinya baik atau
benar, maka ukuran kebaikan dan kebenaran itu harus dirujukkan kepada sunnatullah,
sehingga amal shaleh atau amal yang baik atau benar berarti, tidak bisa tidak
melainkan, karya yang sesuai atau menuruti sunnatullah. Maka setiap karya atau
usaha yang tidak sesuai dengan atau tidak mematuhi sunnatullah pasti tidak akan
berhasil dengan baik karena bukan amal yang shaleh. Tidak suksesnya umat islam
sekarang ini dalam menguasai dunia, jelas membuktikan bahwa mereka belum
beramal sesuai dengan sunnatullah. Dengan perkataan lain, umat kita belum
beramal shaleh, secara optimal dan tepat sebagaimana tuntunan al-Qur’an,
walaupun barangkali sudah beriman.
Suatu
kenyataan lain dapat dilihat pada ayat diatas. Dalam kebanyakan ayat al-Qur’an,
perkataan iman selalu digandengkan Allah dengan amal shaleh, sehingga
kebanyakan orang sering memahamkan bahwa amal shaleh tidak mungkin dipisahkan
dengan iman seyogyanya setiap orang yang betul-betul beriman mesti akan beramal
shaleh, karena iman yang benar pasti akan menjadi pendorong utama untuk
melakukan amal shaleh tersebut. Namun, hal yang ideal ini tidak selamanya
terdapat didalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, sebaliknya, betapa banyak
orang yang mengaku beriman, tetapi dalam praktik hidupnya tidak mampu atau
tidak sudi beramal shaleh, karena amal shaleh hanya mungkin dilakukan jika
mengerti dahulu sunnatullah ini, baik yang diwahyukan apalagi yang tidak
diwahyukan. Maka, umat islam generasi sesudah Rasul Allah dahulu telah
memajukkan sains dan teknologi demi dapat melakukan amal shaleh dalam bidang
sunnatullah yang tidak diwahyukan (ayat-ayat qauniyah) ini.
Suatu
kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang belum resmi mengaku beragama islam
namun didalam menangani masalah dunia mereka lebih mampu, seperti bangsa-bangsa
Amerika, Eropa Barat, Jepang, dan lainlainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar